PERTAMA: SHALAT LAIL (TAHAJJUD)
Allah Ta'ala berfirman,
أَمْ مَنْ هُوَ قَانِتٌ
آَنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآَخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ
رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
“(Apakah kamu hai orang
musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam
dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan
mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang
yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. ” (QS. Az Zumar: 9). Yang dimaksud qunut dalam ayat ini bukan hanya
berdiri, namun juga disertai dengan khusu' (Lihat Tafsir Al Qur'an Al 'Azhim,
12: 115). Salah satu maksud ayat ini, “Apakah sama antara orang yang berdiri
untuk beribadah (di waktu malam) dengan orang yang tidak demikian?!” (Lihat
Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 7/166). Jawabannya, tentu saja tidak sama.
Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ
شَهْرِ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ
الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
“Sebaik-baik puasa setelah
puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah –Muharram-. Sebaik-baik shalat
setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim no. 1163, dari Abu Hurairah)
Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda,
عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ
اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأْبُ الصَّالِحِيْنَ قَبْلَكُمْ وَهُوَ قُرْبَةٌ إِلَى
رَبِّكُمْ وَمُكَفِّرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ وَمَنْهَاةٌ عَنِ الإِثْمِ
“Hendaklah kalian
melaksanakan qiyamul lail (shalat malam) karena shalat amalan adalah kebiasaan
orang sholih sebelum kalian dan membuat kalian lebih dekat pada Allah. Shalat
malam dapat menghapuskan kesalahan dan dosa. ” (Lihat Al Irwa' no. 452. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
hasan)
Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata, "Barangsiapa yang shalat malam sebanyak dua raka'at maka ia
dianggap telah bermalam karena Allah Ta'ala dengan sujud dan
berdiri." (Disebutkan oleh An Nawawi dalam At Tibyan 95)
'Amr bin Al 'Ash radhiyallahu 'anhu berkata, "Satu
raka'at shalat malam itu lebih baik dari sepuluh rakaat shalat di siang
hari." (Disebutkan oleh Ibnu Rajab dalam Lathoif Ma'arif 42)
Mu'adz bin Jabal radhiyallahu 'anhu berkata, "Shalat
hamba di tengah malam akan menghapuskan dosa." Lalu beliau membacakan
firman Allah Ta'ala,
تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ
"Lambung mereka jauh dari
tempat tidurnya, ..." (HR. Imam Ahmad dalam
Al Fathur Robbani 18/231. Bab "تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ ")
KEDUA: SHALAT SUNNAH ROWATIB
Mengenai keutamaan shalat sunnah rawatib diterangkan dalam hadits berikut
ini. Ummu Habibah berkata bahwa ia mendengar Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى اثْنَتَىْ
عَشْرَةَ رَكْعَةً فِى يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِىَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِى
الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang
mengerjakan shalat 12 raka’at (sunnah rawatib) sehari semalam, akan dibangunkan
baginya rumah di surga.” (HR. Muslim no. 728)
Dalam riwayat At Tirmidzi sama dari Ummu Habibah, ia berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى فِى يَوْمٍ
وَلَيْلَةٍ ثِنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً بُنِىَ لَهُ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ
أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ
الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ
الْفَجْرِ
“Barangsiapa sehari semalam
mengerjakan shalat 12 raka’at (sunnah rawatib), akan dibangunkan baginya rumah
di surga, yaitu: 4 raka’at sebelum Zhuhur, 2 raka’at setelah Zhuhur, 2 raka’at
setelah Maghrib, 2 raka’at setelah ‘Isya dan 2 raka’at sebelum Shubuh.” (HR. Tirmidzi no. 415 dan An Nasai no. 1794, kata Syaikh Al Albani
hadits ini shahih).
Yang lebih utama dari shalat rawatib adalah shalat sunnah fajar (shalat
sunnah qobliyah shubuh). ‘Aisyah berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ
مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Dua rakaat sunnah fajar
(subuh) lebih baik dari dunia dan seisinya.” (HR. Muslim no. 725)
Juga dalam hadits ‘Aisyah yang lainnya, beliau berkata,
لَمْ يَكُنْ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى شَيْءٍ مِنْ النَّوَافِلِ أَشَدَّ مِنْهُ
تَعَاهُدًا عَلَى رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ
أخرجه الشيخان
“Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam tidak melakukan satu pun shalat sunnah yang kontinuitasnya
(kesinambungannya) melebihi dua rakaat (shalat rawatib) Shubuh.” (HR. Bukhari no. 1169 dan Muslim no. 724)
KETIGA: SHALAT ISYROQ
Shalat isyroq termasuk bagian dari shalat Dhuha yang dikerjakan di awal
waktu. Waktunya dimulai dari matahari setinggi tombak (15 menit setelah
matahari terbit) setelah sebelumnya berdiam diri di masjid selepas shalat
Shubuh berjama’ah. Dari Abu Umamah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda,
مَنْ صَلَّى صَلاةَ
الصُّبْحِ فِي مَسْجِدِ جَمَاعَةٍ يَثْبُتُ فِيهِ حَتَّى يُصَلِّيَ سُبْحَةَ
الضُّحَى، كَانَ كَأَجْرِ حَاجٍّ، أَوْ مُعْتَمِرٍ تَامًّا حَجَّتُهُ وَعُمْرَتُهُ
“Barangsiapa yang
mengerjakan shalat shubuh dengan berjama'ah di masjid, lalu dia tetap berdiam
di masjid sampai melaksanakan shalat sunnah Dhuha, maka ia seperti mendapat
pahala orang yang berhaji atau berumroh secara sempurna.” (HR. Thobroni. Syaikh Al Albani dalam Shahih Targhib 469 mengatakan
bahwa hadits ini shahih ligoirihi/ shahih dilihat dari jalur lainnya)
Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
« مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ
يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ
لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ ». قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- « تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ »
“Barangsiapa yang
melaksanakan shalat shubuh secara berjama'ah lalu ia duduk sambil berdzikir
pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia melaksanakan shalat dua raka'at,
maka ia seperti memperoleh pahala haji dan umroh.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna dan sempurna.” (HR. Tirmidzi no. 586. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
hasan)
KEEMPAT: SHALAT WITIR
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
اجْعَلُوا آخِرَ
صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرً
“Jadikanlah akhir shalat
malam kalian adalah shalat witir.” (HR. Bukhari no. 998 dan
Muslim no. 751)
KELIMA: SHALAT DHUHA
Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ
سُلاَمَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ
تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ
وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ
مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى
“Pada pagi hari diharuskan
bagi seluruh persendian di antara kalian untuk bersedekah. Setiap bacaan tasbih
(subhanallah) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahmid (alhamdulillah) bisa
sebagai sedekah, setiap bacaan tahlil (laa ilaha illallah) bisa sebagai
sedekah, dan setiap bacaan takbir (Allahu akbar) juga bisa sebagai sedekah.
Begitu pula amar ma’ruf (mengajak kepada ketaatan) dan nahi mungkar (melarang
dari kemungkaran) adalah sedekah. Ini semua bisa dicukupi (diganti) dengan
melaksanakan shalat Dhuha sebanyak 2 raka’at.” (HR. Muslim no. 720)
Padahal persendian yang ada pada seluruh tubuh kita sebagaimana dikatakan
dalam hadits dan dibuktikan dalam dunia kesehatan adalah 360 persendian.
‘Aisyah pernah menyebutkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّهُ خُلِقَ كُلُّ
إِنْسَانٍ مِنْ بَنِى آدَمَ عَلَى سِتِّينَ وَثَلاَثِمَائَةِ مَفْصِلٍ
“Sesungguhnya setiap
manusia keturunan Adam diciptakan dalam keadaan memiliki 360 persendian.” (HR. Muslim no. 1007)
Hadits ini menjadi bukti selalu benarnya sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Namun sedekah dengan 360
persendian ini dapat digantikan dengan shalat Dhuha sebagaimana disebutkan pula
dalam hadits berikut,
أَبِى بُرَيْدَةَ يَقُولُ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « فِى الإِنْسَانِ
سِتُّونَ وَثَلاَثُمِائَةِ مَفْصِلٍ فَعَلَيْهِ أَنْ يَتَصَدَّقَ عَنْ كُلِّ
مَفْصِلٍ مِنْهَا صَدَقَةً ». قَالُوا فَمَنِ الَّذِى يُطِيقُ ذَلِكَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ قَالَ « النُّخَاعَةُ فِى الْمَسْجِدِ تَدْفِنُهَا أَوِ الشَّىْءُ
تُنَحِّيهِ عَنِ الطَّرِيقِ فَإِنْ لَمْ تَقْدِرْ فَرَكْعَتَا الضُّحَى تُجْزِئُ
عَنْكَ »
“Dari Buraidah, beliau
mengatakan bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Manusia memiliki 360 persendian. Setiap persendian itu
memiliki kewajiban untuk bersedekah.” Para sahabat pun mengatakan, “Lalu siapa
yang mampu bersedekah dengan seluruh persendiannya, wahai Rasulullah?” Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengatakan, “Menanam bekas ludah di masjid
atau menyingkirkan gangguan dari jalanan. Jika engkau tidak mampu melakukan
seperti itu, maka cukup lakukan shalat Dhuha dua raka’at.” (HR. Ahmad, 5: 354. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini
shahih ligoirohi)
Imam Nawawi mengatakan, “Hadits dari Abu Dzar adalah dalil yang
menunjukkan keutamaan yang sangat besar dari shalat Dhuha dan menunjukkannya
kedudukannya yang mulia. Dan shalat Dhuha bisa cukup dengan dua raka’at.”
(Syarh Shahih Muslim, 5: 234)
Asy Syaukani mengatakan, “Hadits Abu Dzar dan hadits Buraidah
menunjukkan keutamaan yang luar biasa dan kedudukan yang mulia dari Shalat
Dhuha. Hal ini pula yang menunjukkan semakin disyari’atkannya shalat tersebut.
Dua raka’at shalat Dhuha sudah mencukupi sedekah dengan 360 persendian. Jika
memang demikian, sudah sepantasnya shalat ini dapat dikerjakan rutin dan terus
menerus.” (Nailul Author, 3: 77)
Maroji': "Nailul
Author" Karya As-Syaukani, "Syarah
Shahih Muslim" Karya An-Nawawi, "Latho'iful Ma'arif" Karya Ibnu Rojab Al-Hambali, dll
(Lilik ibadurrohman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar